MENGATASI PERMASALAHAN SWAMEDIKASI
Beberapa hari sibuk dengan ujian take home kebijakan dan pengendalian mutu obat tentang analisis kelemahan dan kekuatan kebijakan pengendalian mutu obat sampai tesispun jadi jablay hehee...jadi curhat deh...namanya juga Blog yang katanya tempat curhat juga *nge’les.com :P tapi alhamdulillah kelak semua itu untuk bekal di dunia kerja yang sebenarnya. Sedikit refreshing nih baca-baca lagi soal swamedikasi yang dulu sudah pernah kita bahas dengan judul Kesalahan Swamedikasi yang Sering Terjadi di Masyarakat. Masih ingat kan..kalau belum coba dilirik lagi coretannya (klik pada judul).
Swamedikasi didefinisikan oleh WHO sebagai kegiatan seleksi dan penggunaan obat oleh pasien secara mandiri/sendiri untuk mengobati suatu penyakit dan/atau gejalannya, seperti pusing, mual, muntah, maag, lemas, dan beberapa gejala ringan lainnya. Dalam perkembangannya swamedikasi juga didefinisikan sebagai penggunaan obat untuk pengobatan terhadap gejala-gelala yang muncul atau pengobatan kelanjutan dari obat yang diresepkan sebelumnya untuk penyakit kronis atau kekambuhan suatu penyakit kronis. Seperti pada coretan yang lalu swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan saja, seperti demam, nyeri, sakit kepala, pusing, batuk, flu, sakit tenggorokan, sakit maag, cacingan, diare, dan beberapa penyakit kulit. WHO memang mempromosikan praktek pengobatan diri yang efektif dan cepat tanpa konsultasi medis agar dapat mengurangi beban pada layanan perawatan kesehatan, yang sering kali kekurangan dan susah diakses di perdesaan dan daerah terpencil. Tetapi pada pelaksanaannya ternyata menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) contoh : terjadinya kesalahan medis dalam diagnosis dan keterlambatan dalam pengobatan yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan cara penggunaannya *beberapa contoh disebutkan pada coretan Kesalahan Swamedikasi yang Sering Terjadi di Masyarakat. Obat-obat’an yang masih dianggap aman pada tindakan swamedikasi adalah obat dengan label obat bebas (lingkaran berwarna hijau) dan obat bebas terbatas (lingkaran berwarna biru) serta beberapa obat keras (lingkaran berwarna merah dengan huruf K) tetapi tetap dengan konsultasi pada Apoteker, masalahnya adalah banyak masyarakat yang menggunakan obat keras tanpa konsultasi terlebih dahulu.
Mahalnya biaya konsultasi dengan dokter, biaya laboratorium dan obat-obatan yang mahal menjadi faktor penyebab pada sebagian besar keluarga miskin di beberapa negara berkembang, sehingga permasalahan ini harus ditangani oleh berbagai tidak hanya kesehatan tetapi juga ekonomi dan sosial budaya. Beberapa ahli merumuskan cara untuk menanggulangi permasalahan swamedikasi ini yaitu :
- Pelaksanaan Pharmaceutical care di komunitas farmasi Komunitas farmasi berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan memantau pengobatan penyakit ringan dan menyarankan pasien ke dokter apabila pasien memerlukan penanganan lebih lanjut.
- Meningkatkan konsultasi klinik dan laboratorium meliputi pemberian pengetahuan kepada masyarakat tentang swamedikasi, bertanyalah kepada dokter dan Apoteker semua yang ingin anda ketahui mengenai kesehatan anda.
- Mengembangkan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainya, Praktisi, Regulator sebagai penyusun kebijakan kesehatan dan fakultas kesehatan untuk melakukan promosi cara swamedikasi yang benar.
- Menggunakan sistem pembiayaan kesehatan juga dapat mengurangi kesalahan swamedikasi karena masyarakat akan terdorong untuk menggunakan haknya pada saat jatuh sakit dengan datang ke pusat pelayanan kesehatan, pada akhirnya pasien mendapatkan pengobatan yang optimal.
Penelitian di ekuador menunjukan bahwa pemberian informasi swamedikasi jangka pendek (1 bulan) dan jangka panjang (1 tahun) pada 367 anak perempuan sekolah menengah mampu merubah paradigma mengenai beberapa obat-obatan swamedikasi termasuk obat antidiare, multivitamin dan sediaan penganti cairan tubuh. Metode ini awalnya dikembangkan oleh Prof. DR. Dra. Sri Suryawati Apt dengan nama CBIA (cara belajar ibu aktif) dipaparkan pada pengukuhan gelar professor beliau. Diharapkan perubahan paradigma pada anak-anak ini nantinya mampu menjembatani perubahan paradigma swamedikasi di masyarakat.
Pada awalnya swamedikasi diharapkan dapat mengurangi beban pada layanan perawatan kesehatan, tetapi tidak demikian pada paradigma yang berkembang dimasyarakat. Setelah teman-teman membaca coretan Kesalahan Swamedikasi yang Sering Terjadi di Masyarakat dan Cara Mengatasi Permasalahan Swamedikasi diharapkan dapat lebih bijak dalam menyikapi swamedikasi, jika dirasakan memerlukan pengobatan Obat Keras sebaiknya konsultasikan dahulu dengan Apoteker atau dokter. Hal ini yang menjadikan peran Apoteker sangat penting dalam proses konsultasi obat oleh Apoteker untuk masyarakat luas dan para praktisi yang memerlukan informasi obat.
0 komentar:
Posting Komentar